Prabowo Tinjau Ulang Kebijakan Parkir Devisa 12 Bulan Demi Menjaga Stabilitas Ekonomi RI

Kamis, 30 Oktober 2025 | 11:02:05 WIB
Prabowo Tinjau Ulang Kebijakan Parkir Devisa 12 Bulan Demi Menjaga Stabilitas Ekonomi RI

JAKARTA - Pemerintah tengah menyoroti kembali efektivitas penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 tentang penempatan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) di dalam negeri selama 12 bulan penuh. 

Meski tingkat kepatuhan eksportir terhadap aturan tersebut telah mencapai sekitar 90%, Presiden Prabowo Subianto tetap menugaskan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan tersebut.

Dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa evaluasi dilakukan bersama sejumlah lembaga penting, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Realisasi compliance-nya sudah sekitar 90%. Kami akan evaluasi teknis detailnya lagi," ujar Airlangga usai rapat bersama Presiden. 

Ia menegaskan bahwa meski tingkat kepatuhan tinggi, pemerintah tetap perlu mengkaji pelaksanaan teknis aturan ini agar kebijakan tersebut terus efektif dalam memperkuat cadangan devisa nasional dan menjaga stabilitas sistem keuangan.

Kepatuhan Eksportir Capai 95%, BI Pastikan DHE Masuk Rekening Khusus

Bank Indonesia mencatat, tingkat kepatuhan eksportir dalam memarkirkan devisa hasil ekspor di rekening khusus sangat tinggi, mencapai 95%. 

Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menjelaskan bahwa hampir seluruh eksportir sumber daya alam telah menempatkan dana hasil ekspor mereka di rekening khusus yang disiapkan untuk DHE SDA.

“Jadi artinya seluruh ekspor dari DHE SDA yang mereka terima itu masuk ke rekening khusus yang memang untuk penempatan DHE SDA,” terang Destry dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur BI.

Destry juga menambahkan bahwa sebagian besar dana yang ditempatkan tersebut telah dikonversi sekitar 78,2% ke dalam mata uang rupiah atau valuta asing lainnya.

Langkah konversi ini, menurutnya, menambah suplai valuta asing (valas) di pasar keuangan domestik dan membantu menjaga keseimbangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Meskipun demikian, Destry menekankan bahwa peningkatan suplai valas di dalam negeri tidak otomatis memperbesar cadangan devisa nasional. Pasalnya, sebagian besar hasil konversi digunakan untuk menambah suplai valas di pasar domestik, bukan untuk memperkuat cadangan devisa secara langsung.

Dampak Terhadap Cadangan Devisa dan Pasar Keuangan

Bank Indonesia menilai kebijakan penempatan devisa hasil ekspor selama 12 bulan tetap membawa dampak positif terhadap kestabilan pasokan valas nasional. 

Namun, di sisi lain, BI juga mengakui adanya tantangan dari tekanan eksternal yang cukup kuat, terutama dari meningkatnya arus keluar modal asing (capital outflow) dalam dua bulan terakhir.

Destry menjelaskan bahwa aliran modal asing keluar pasar keuangan RI memaksa BI menggunakan cadangan devisa untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Penggunaan cadangan devisa tersebut dilakukan sebagai langkah intervensi di pasar, terutama untuk kebutuhan pembayaran dividen, repatriasi, hingga pelunasan pinjaman luar negeri.

"Itu juga menyebabkan kami harus menggunakan cadangan devisa untuk melakukan intervensi termasuk juga adanya pembayaran untuk dividen, repatriasi, dan juga untuk pinjaman. Tetapi intinya, untuk PP DHE saya rasa sejauh ini sudah menjalankan sesuai yang diamanatkan," ungkap Destry.

Dengan kondisi tersebut, BI menegaskan bahwa kebijakan parkir devisa tetap relevan dan berjalan sesuai tujuan, yakni menambah pasokan valas di pasar domestik sekaligus mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Pemerintah Dorong Optimalisasi Kebijakan Devisa Hasil Ekspor

Langkah evaluasi yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto bersama KSSK bukan dimaksudkan untuk mengganti kebijakan, melainkan memastikan bahwa aturan yang sudah berjalan tetap efektif menghadapi dinamika ekonomi global yang cepat berubah. 

Pemerintah ingin menjaga keseimbangan antara kepatuhan eksportir dan kebutuhan stabilitas makroekonomi nasional.

Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa pemerintah akan meninjau ulang aspek teknis PP 8/2025 agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian nasional, termasuk dari sisi peningkatan cadangan devisa, penguatan nilai tukar, serta kestabilan sistem keuangan.

Dalam konteks ini, sinergi antara pemerintah dan otoritas moneter seperti BI menjadi faktor kunci. Pemerintah berharap, dengan tingkat kepatuhan eksportir yang sudah tinggi, optimalisasi kebijakan dapat meningkatkan kontribusi sektor ekspor terhadap ekonomi nasional.

Kebijakan ini juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat posisi cadangan devisa Indonesia di tengah tekanan eksternal seperti ketidakpastian ekonomi global dan fluktuasi nilai tukar.

Dengan evaluasi yang komprehensif, diharapkan kebijakan penempatan devisa hasil ekspor mampu mendukung stabilitas ekonomi nasional tanpa menghambat kelancaran arus perdagangan luar negeri. 

Pemerintah menegaskan komitmennya untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan stabilitas makro yang berkelanjutan.

Terkini