JAKARTA - Pasar kendaraan listrik dunia memasuki fase penyesuaian setelah mencatat pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Data terbaru menunjukkan laju pertumbuhan penjualan mobil listrik global mulai melambat, mencerminkan tantangan baru di pasar utama seperti China dan Amerika Serikat.
Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari stagnasi permintaan, berakhirnya insentif fiskal, hingga perubahan kebijakan di sejumlah negara. Meski demikian, tren di Eropa masih menunjukkan pertumbuhan positif berkat dukungan insentif nasional.
Perkembangan ini menggambarkan dinamika industri kendaraan listrik yang tengah mencari keseimbangan antara target transisi energi dan kesiapan konsumen global.
Pertumbuhan Global Melambat di Akhir Tahun
Penjualan kendaraan listrik global pada November 2025 tercatat sebagai pertumbuhan paling lambat sejak Februari 2024.
Secara keseluruhan, total pendaftaran kendaraan listrik dunia masih mengalami kenaikan, namun dengan laju yang lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Berdasarkan data Benchmark Mineral Intelligence, pendaftaran EV global meningkat sekitar 6 persen menjadi hampir 2 juta unit.
Perlambatan ini terutama dipengaruhi oleh kondisi pasar di China yang selama ini menjadi motor utama pertumbuhan kendaraan listrik dunia.
Di negara tersebut, pendaftaran kendaraan listrik hanya naik sekitar 3 persen menjadi lebih dari 1,3 juta unit. Angka ini menjadi tingkat pertumbuhan tahunan terendah dalam beberapa waktu terakhir, menandakan mulai jenuhnya pasar domestik.
Situasi ini mencerminkan bahwa meskipun kendaraan listrik masih diminati, tingkat adopsinya tidak lagi tumbuh secepat sebelumnya. Produsen dan pemangku kepentingan kini dihadapkan pada tantangan baru untuk mempertahankan momentum pertumbuhan di tengah perubahan kondisi pasar global.
Dampak Berakhirnya Insentif di Amerika Utara
Di kawasan Amerika Utara, perlambatan penjualan kendaraan listrik terlihat lebih signifikan. Penjualan di wilayah ini dilaporkan turun tajam hingga 42 persen menjadi sedikit di atas 100.000 unit.
Penurunan tersebut terjadi seiring berakhirnya program kredit pajak kendaraan listrik, yang selama ini menjadi pendorong utama minat konsumen.
Di Amerika Serikat, pencabutan insentif sebesar US$ 7.500 berdampak langsung terhadap penjualan kendaraan listrik. Penjualan EV tercatat melambat sekitar 18 persen pada November dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini juga memengaruhi tingkat pasokan kendaraan listrik di diler yang kini mencapai sekitar 126 hari.
Angka pasokan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan kendaraan hybrid maupun mobil berbahan bakar bensin. Sebelumnya, sebelum kredit pajak dicabut, pasokan kendaraan listrik di diler hanya sekitar 47 hari. Lonjakan ini mencerminkan melemahnya permintaan konsumen akibat berkurangnya dukungan insentif.
Tantangan Mandat dan Respons Produsen
Selain insentif pemerintah, kebijakan dari sektor swasta juga mengalami penyesuaian. Insentif kendaraan listrik bagi pengemudi Uber, misalnya, mulai dikurangi.
Sebelumnya, perusahaan ride hailing tersebut memberikan bonus hingga US$ 4.000 bagi pengemudi yang beralih ke kendaraan listrik. Kini, insentif tersebut dibatasi hanya untuk 2.500 pengemudi dengan syarat menyelesaikan 100 perjalanan sebelum April 2026.
Sementara itu, di Eropa, perdebatan mengenai masa depan kendaraan berbahan bakar bensin semakin menguat. Sejumlah produsen otomotif besar seperti BMW, Mercedes-Benz, dan Stellantis dikabarkan menyiapkan strategi cadangan untuk tetap memproduksi kendaraan berbahan bakar bensin melewati target larangan Uni Eropa pada 2035.
Kekhawatiran produsen didasarkan pada kesiapan pasar dan konsumen. Permintaan terhadap kendaraan hybrid atau extended range EV dinilai masih akan bertahan. “Konsumen belum siap membeli mobil listrik sepenuhnya di 2035,” ujar Benjamin Krieger, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Otomotif Eropa.
Eropa Tetap Tumbuh dan Penutup
Berbeda dengan China dan Amerika Utara, pasar kendaraan listrik di Eropa masih menunjukkan tren positif. Penjualan EV di kawasan ini tumbuh sekitar 36 persen atau setara 400.000 unit. Pertumbuhan tersebut didorong oleh program insentif nasional yang mendorong konsumen untuk beralih ke kendaraan listrik.
Namun, kelompok advokasi kendaraan listrik mengingatkan bahwa penundaan transisi justru berpotensi memperlebar kesenjangan dengan China. Negara tersebut dinilai telah lebih dulu menguasai rantai pasok dan pasar kendaraan listrik global. Jika Eropa terlalu berhati-hati, posisi kompetitifnya dikhawatirkan melemah dalam jangka panjang.
Secara keseluruhan, perlambatan penjualan kendaraan listrik global mencerminkan fase penyesuaian industri. Tantangan insentif, kebijakan, dan kesiapan konsumen menjadi faktor penentu arah pasar ke depan. Meski pertumbuhan melambat, kendaraan listrik tetap dipandang sebagai bagian penting dari masa depan industri otomotif dunia.