Prabowo Diminta Segera Wujudkan Target PLTS 100 GW Lewat Kebijakan Nyata

Selasa, 21 Oktober 2025 | 11:01:00 WIB
Prabowo Diminta Segera Wujudkan Target PLTS 100 GW Lewat Kebijakan Nyata

JAKARTA - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tengah dihadapkan pada tantangan besar untuk menerjemahkan visi ambisius transisi energi ke dalam kebijakan nyata. 

Salah satu fokus utama adalah target pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 100 gigawatt (GW) dalam empat tahun ke depan. Yayasan Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia (Sustain) menilai, visi tersebut sudah tepat, namun kini saatnya langkah konkret dilakukan agar tujuan tersebut tidak hanya sebatas wacana.

Direktur Eksekutif Sustain, Tata Mustasya, menyampaikan bahwa pada tahun pertama masa pemerintahan Prabowo, banyak visi besar telah diumumkan, termasuk target Indonesia mencapai 100 persen energi terbarukan pada 2035 serta pengembangan PLTS skala besar yang sebagian besar diarahkan ke tingkat desa. 

“Dalam empat tahun ke depan, ambisi tersebut perlu diterjemahkan menjadi kebijakan konkret dengan kebijakan dan kerja lintas kementerian,” ujarnya.

Menurut Tata, target 100 GW energi surya sangat realistis dicapai jika pemerintah mampu menyiapkan langkah koordinatif dan teknis secara matang. 

Ia menjelaskan bahwa pembangunan PLTS dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan desa sekitar 1,5 hektare per lokasi melalui sistem agrovoltaic yang memadukan pertanian dan energi surya. “Paling tidak dalam empat tahun ke depan, dua provinsi kunci harus sudah menjadi pusat energi surya,” tambahnya.

Langkah ini juga selaras dengan upaya pemerintah untuk menekan subsidi listrik yang meningkat 10,4 persen menjadi Rp75,8 triliun pada 2024. Dengan mengembangkan energi surya, beban subsidi listrik dapat ditekan, sekaligus mendorong kemandirian energi nasional yang lebih berkelanjutan.

Potensi PLTS dan Perlunya Kebijakan yang Sinkron

Meskipun peta jalan energi nasional seperti Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034 sudah menempatkan energi surya sebagai tulang punggung energi terbarukan, pengembangan PLTS dengan target 17,1 GW baru akan dipercepat setelah 2029. 

Sustain menilai hal ini tidak sejalan dengan ambisi besar 100 GW yang dicanangkan Presiden Prabowo.

Menurut Tata Mustasya, percepatan pengembangan PLTS harus dimulai sejak awal masa pemerintahan agar tidak terjadi ketimpangan antara rencana dan pelaksanaan. Ia mencontohkan keberhasilan industri kendaraan listrik (EV) yang berkembang pesat karena adanya kebijakan insentif yang tepat. 

“Dengan insentif, industri dan konsumen merespons dan mempercepat transisi energi,” jelasnya.

Tata menekankan, keberhasilan program energi surya membutuhkan dukungan kebijakan fiskal, regulasi yang adaptif, dan pembagian peran yang jelas antara pemerintah pusat, daerah, serta sektor swasta. 

Pemerintah juga perlu memastikan koordinasi lintas kementerian agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan yang justru menghambat percepatan proyek energi bersih tersebut.

Bila kebijakan yang konsisten dapat diterapkan sejak dini, Sustain menilai target 100 GW PLTS tidak hanya akan mendukung ketahanan energi nasional, tetapi juga menjadi fondasi kuat bagi pertumbuhan ekonomi hijau Indonesia dalam dekade mendatang.

Lima Langkah Strategis Capai Target 100 GW Energi Surya

Untuk mewujudkan target besar ini, Sustain merekomendasikan lima kebijakan konkret yang perlu segera dijalankan pemerintahan Prabowo. Pertama, kebijakan dan insentif harga energi surya agar lebih kompetitif dibanding batubara. 

Pemerintah dapat meniru skema insentif dalam Peraturan Presiden 109/2025 untuk proyek PLTSa, seperti pembebasan denda, penyediaan lahan gratis, dan tarif pembelian listrik menarik sebesar USD 20 sen per kWh.

Kedua, pembagian peran yang jelas antara pemerintah pusat, daerah, dan antar kementerian agar pelaksanaan proyek tidak tumpang tindih. Ketiga, perbaikan tata kelola menjadi faktor penting yang memastikan keberhasilan proyek strategis nasional ini. 

Tata kelola yang transparan akan mendorong partisipasi publik dan meningkatkan kepercayaan investor.

Keempat, pengembangan rantai pasok industri panel surya dalam negeri perlu diperkuat agar proyek PLTS juga berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan industri nasional. 

Kelima, pemerintah perlu mencari sumber pendanaan inovatif di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sustain menilai salah satu opsi potensial adalah melalui peningkatan pungutan produksi batubara, yang dapat menghasilkan tambahan penerimaan negara sebesar Rp84,55 triliun hingga Rp353,7 triliun per tahun.

“Dana ini bisa untuk memulai pembangunan pembangkit surya 100 GW. Dan ini bisa membantu penyerapan tenaga kerja yang cukup besar. Menurut RUPTL 2025–2034, proyek PLTS 17 GW saja bisa menciptakan 348.057 peluang kerja,” kata Tata.

Dorongan Transformasi Energi Menuju Masa Depan Hijau

Sustain meyakini bahwa transformasi menuju energi bersih dapat menjadi salah satu warisan penting pemerintahan Prabowo jika dijalankan dengan konsisten dan berbasis kebijakan yang terukur. Melalui pengembangan PLTS berskala nasional, Indonesia berpotensi menjadi pemimpin energi hijau di kawasan Asia Tenggara.

Program 100 GW PLTS tidak hanya bertujuan menyediakan listrik ramah lingkungan, tetapi juga memperkuat kemandirian ekonomi desa, mengurangi ketergantungan pada energi fosil, serta menciptakan lapangan kerja baru yang berkelanjutan. 

Tata menekankan, keberhasilan visi ini akan menjadi cerminan dari komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan dan mitigasi perubahan iklim global.

Ia juga menegaskan pentingnya kerja sama lintas sektor, mulai dari pemerintah, swasta, hingga masyarakat sipil, untuk memastikan setiap kebijakan energi benar-benar terimplementasi di lapangan. 

Dengan kolaborasi yang kuat, target 100 GW PLTS bukan lagi sekadar ambisi, tetapi dapat menjadi pencapaian nyata yang mengubah wajah energi Indonesia di masa depan.

Terkini