Wamenhaj

Wamenhaj Jelaskan Aturan Umrah Mandiri, Penyelenggara Harus Resmi

Wamenhaj Jelaskan Aturan Umrah Mandiri, Penyelenggara Harus Resmi
Wamenhaj Jelaskan Aturan Umrah Mandiri, Penyelenggara Harus Resmi

JAKARTA - Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) menegaskan bahwa praktik umrah mandiri tetap harus berada dalam kerangka hukum yang berlaku. 

Wakil Menteri Haji dan Umrah (Wamenhaj) Dahnil Anzar Simanjuntak menekankan bahwa setiap orang perorangan yang memobilisasi calon jemaah tanpa badan usaha resmi melanggar hukum.

“Kalau ada orang perorangan yang bukan badan usaha memobilisasi umrah mandiri atas nama pribadinya sendiri, itu pelanggaran hukum. Itu pidana, itu bisa dihukum,” ujar Dahnil. Pernyataan ini menegaskan pentingnya keterlibatan badan usaha berizin dalam semua kegiatan penyelenggaraan ibadah umrah.

UU No. 14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah mengatur dengan tegas keterlibatan penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). Aturan ini hadir untuk menjaga ekosistem umrah yang selama ini telah memberikan manfaat luas bagi masyarakat dan ekonomi umat.

Ancaman bagi Agen Perjalanan Tradisional

Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menyoroti potensi dampak legalisasi umrah mandiri bagi agen perjalanan. 

Sekretaris Jenderal Amphuri, Zaky Zakariya, menyampaikan bahwa pembukaan ruang bagi agen daring global berisiko langsung menjamah pasar Indonesia tanpa keterlibatan PPIU lokal.

“Legalisasi umrah mandiri berarti membuka ruang bagi korporasi global dan lokapasar asing seperti Agoda, Booking.com, Maysan, atau bahkan Nusuk milik Arab Saudi untuk langsung menjual paket ke masyarakat Indonesia tanpa melibatkan PPIU,” ujar Zaky.

Hal ini menjadi perhatian serius karena sektor umrah-haji telah membuka lapangan kerja bagi lebih dari 4,2 juta pekerja di Indonesia. Kedaulatan ekonomi umat juga menjadi isu sentral, mengingat banyak PPIU dimiliki oleh pesantren, ormas Islam, lembaga zakat, dan tokoh dakwah yang menjaga ekosistem usaha umrah lokal.

Tanggung Jawab Perusahaan dan Kepatuhan Aturan

Dahnil menegaskan bahwa badan usaha yang ingin menyediakan layanan umrah mandiri harus menaati seluruh regulasi yang ada. Ia menegaskan, praktik ilegal oleh individu dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan UU.

“Ya mereka harus mengikuti aturan kita. Jadi yang bisa melakukan itu hanya travel berizin di kita, selebihnya tidak,” jelas Dahnil. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tetap memberikan ruang untuk inovasi layanan, tetapi tetap menekankan pengawasan agar tidak ada pihak yang merugikan calon jemaah maupun ekosistem lokal.

Selain itu, keterlibatan badan usaha resmi juga bertujuan untuk menjaga kualitas layanan dan keamanan perjalanan jemaah. 

Pemerintah menekankan bahwa regulasi bukan hanya soal pembatasan, tetapi juga perlindungan terhadap masyarakat dan usaha lokal yang telah membangun reputasi dan pengalaman panjang dalam penyelenggaraan umrah.

Antisipasi dan Langkah Pemerintah

Pemerintah telah menyiapkan berbagai mekanisme untuk mengawasi praktik umrah mandiri, termasuk pembatasan terhadap perorangan dan pengawasan ketat terhadap agen daring global. Dahnil menyatakan bahwa semua langkah ini dilakukan untuk memastikan kegiatan umrah tetap berjalan tertib dan aman.

Di sisi lain, pemerintah juga menanggapi kekhawatiran terkait potensi gangguan pasar oleh pemain asing. Menurut Dahnil, perusahaan internasional yang ingin menawarkan layanan umrah di Indonesia harus mematuhi regulasi setempat dan bekerja sama dengan PPIU lokal.

Langkah-langkah ini diharapkan menjaga keberlanjutan sektor umrah yang selama ini menjadi salah satu penggerak ekonomi umat. 

Pemerintah melalui Kemenhaj akan terus melakukan sosialisasi dan pengawasan agar praktik umrah mandiri tetap memberikan manfaat bagi jemaah, pelaku usaha, dan ekosistem umrah secara keseluruhan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index