JAKARTA - Permintaan akan protein hewani di Asia Tenggara menunjukkan tren peningkatan signifikan, dipicu oleh pertumbuhan pendapatan masyarakat, urbanisasi yang pesat, serta pertumbuhan populasi yang berkelanjutan. Konsumsi susu dan daging sapi diperkirakan akan naik lebih dari 20 persen pada 2031. Menyikapi hal ini, U.S. Soybean Export Council (USSEC) mengadakan edisi perdana "Konferensi Nutrisi Ruminansia Asia Tenggara" di Bandung, Indonesia, pada akhir Agustus 2025.
Acara ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan di Indonesia, termasuk produsen pakan, ahli nutrisi, peneliti, pembuat kebijakan, dan pemimpin industri. Fokus utama konferensi adalah mengeksplorasi inovasi nutrisi, genetika, dan praktik peternakan untuk memperkuat produksi susu dan daging sapi lokal, sekaligus meningkatkan keberlanjutan dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku.
Menurut Dr. Basilisa Reas, Technical Director – Animal Utilization, Asia Tenggara & Oseania, USSEC, strategi inovatif, kolaborasi, dan pemanfaatan nutrisi berbasis data akan memungkinkan Asia Tenggara menutup kesenjangan antara lonjakan permintaan dengan kapasitas produksi lokal. Kedelai Amerika Serikat, lanjut Dr. Basilisa, memiliki kualitas dan konsistensi nutrisi yang dapat mendukung produsen pakan di seluruh Indonesia mencapai pertumbuhan berkelanjutan.
Peserta konferensi membahas berbagai strategi untuk meningkatkan kapasitas produksi susu dan daging sapi melalui perbaikan nutrisi ternak, keamanan pakan dan pangan, penguatan genetika, ketahanan biologis, serta sistem produksi berkelanjutan. Salah satu sorotan utama adalah keunggulan Kedelai AS sebagai sumber protein konsisten, yang dapat meningkatkan kesehatan ternak dan efisiensi penggunaan pakan.
Selama sesi utama yang berlangsung dua hari, ditambah kunjungan sehari ke peternakan, peserta meninjau topik hangat seperti efisiensi pakan, pembangunan berkelanjutan, inovasi genetika, serta dampak Kedelai AS terhadap performa dan profitabilitas ruminansia. Pembahasan juga menyoroti pertumbuhan industri kedelai dan tantangan yang dihadapi, mulai dari biaya pakan tinggi, risiko perubahan iklim, kesehatan hewan, kesenjangan produktivitas, hingga keterbatasan akses pasar bagi peternak skala kecil.
Kedelai AS memiliki profil nutrisi yang unggul dan asam amino yang mudah dicerna. Produk ini menawarkan kandungan energi tinggi dan konsistensi nutrisi yang memastikan performa ternak optimal. Selain itu, Kedelai AS dikembangkan secara berkelanjutan melalui U.S. Soy Sustainability Assurance Protocol (SSAP), yang memastikan ketelusuran produk, kelestarian lingkungan, pengurangan emisi gas rumah kaca, dan penggunaan lahan yang efisien. Keunggulan ini menjadikannya pilihan cerdas bagi produsen pakan dan peternak yang fokus pada pertumbuhan berkelanjutan.
Dr. Thomas D’Alfonso, Focus Area Director – Animal Protein, USSEC, menambahkan bahwa Kedelai AS memiliki tingkat kerusakan akibat panas lima kali lebih rendah dibanding kedelai dari negara lain, sehingga lebih mudah dicerna dan kandungan energinya lebih besar. Serat yang mudah difermentasi mendukung kesehatan ternak, meningkatkan performa dan profitabilitas. Lonjakan minat masyarakat Asia Tenggara terhadap Kedelai AS mencerminkan kebutuhan akan pakan yang bermutu, berkelanjutan, dan efisien.
Acara ditutup dengan kunjungan ke peternakan sapi perah, kambing, dan domba, di mana peserta menyaksikan praktik inovatif di bidang nutrisi, pembangunan berkelanjutan, dan efisiensi produksi. Aktivitas ini memperlihatkan penerapan praktis dari diskusi teknis, serta menunjukkan peran solusi berbasis sains dalam mengubah sistem peternakan modern.
Forum ini juga menjadi platform penting untuk kolaborasi regional. USSEC menekankan kemitraan dengan industri dan pemerintah lokal dalam meningkatkan pengetahuan teknis, mendorong pengadaan produk yang bertanggung jawab, dan menghadirkan solusi berdampak positif. Seiring fokus Asia Tenggara pada produksi peternakan lokal, konferensi ini berfungsi sebagai wadah berbagi keahlian, membangun jaringan, dan mewujudkan pertumbuhan kolektif.
Dukungan terhadap industri susu dan daging sapi di Asia Tenggara melalui inovasi nutrisi dan pemanfaatan Kedelai AS diharapkan dapat memperkuat posisi regional, meningkatkan kapasitas produksi lokal, dan menjawab permintaan konsumen yang meningkat. Pendekatan ini menggabungkan aspek keberlanjutan, efisiensi, dan nilai ekonomi, sehingga menjadi model yang relevan bagi pertumbuhan industri peternakan modern di kawasan ini.
USSEC terus memperluas akses Kedelai AS untuk konsumsi manusia, akuakultur, dan pakan ternak di lebih dari 90 negara. Anggotanya meliputi petani kedelai, prosesor, pengirim komoditas, dan aliansi agribisnis. Pendanaan USSEC bersumber dari program soy checkoff, matching fund USDA, dan dukungan industri. Dengan kolaborasi strategis ini, diharapkan industri susu dan daging sapi di Asia Tenggara mampu tumbuh berkelanjutan, meningkatkan profitabilitas peternak, serta menghadirkan produk berkualitas bagi konsumen regional.