JAKARTA - Beberapa hari terakhir, masyarakat di berbagai wilayah Indonesia merasakan suhu udara yang lebih terik dari biasanya.
Kondisi ini membuat banyak orang cepat merasa gerah, bahkan meski suhu yang terukur masih tergolong dalam batas normal. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa fenomena ini bukan merupakan gelombang panas atau heatwave seperti yang biasa terjadi di negara-negara subtropis.
Meski demikian, BMKG menjelaskan bahwa kombinasi beberapa faktor meteorologis membuat udara terasa lebih panas dari biasanya di permukaan bumi. Fenomena ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga akhir Oktober atau awal November 2025, bergantung pada waktu masuknya musim hujan di masing-masing wilayah.
Posisi Matahari Jadi Faktor Utama Peningkatan Suhu
Salah satu penyebab utama meningkatnya suhu di wilayah Indonesia adalah posisi semu Matahari yang saat ini berada di selatan ekuator. Posisi ini membuat wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan menerima intensitas penyinaran matahari lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya.
BMKG menjelaskan bahwa posisi semu Matahari tersebut meningkatkan suhu permukaan bumi secara signifikan, terutama pada siang hari. Kondisi ini juga memperkuat sensasi panas yang dirasakan masyarakat, bahkan saat suhu udara sebenarnya tidak terlalu ekstrem.
Selain itu, kondisi geografis Indonesia yang berada di sekitar garis khatulistiwa menyebabkan sinar matahari datang dengan sudut hampir tegak lurus, sehingga paparan panas terasa lebih menyengat di siang hari.
Massa Udara Kering dan Minimnya Awan Perparah Panas
Selain faktor posisi Matahari, BMKG menjelaskan bahwa hembusan angin dari Benua Australia turut memengaruhi kondisi panas yang terjadi. Angin timuran yang datang dari Australia membawa massa udara kering ke wilayah Indonesia, terutama bagian selatan dan tengah.
Massa udara kering ini menghambat proses pembentukan awan di atmosfer, sehingga langit menjadi lebih cerah tanpa banyak awan yang dapat menghalangi radiasi matahari.
Akibatnya, sinar matahari langsung menembus hingga ke permukaan bumi, meningkatkan suhu dan membuat udara terasa jauh lebih panas. Minimnya tutupan awan ini juga menyebabkan penyerapan panas oleh permukaan tanah menjadi lebih maksimal, terutama pada pagi menjelang siang.
Di beberapa wilayah, meskipun sudah mulai memasuki masa peralihan menuju musim hujan, pembentukan awan masih terbatas sehingga efek teriknya sinar matahari masih dominan.
Imbauan BMKG untuk Hadapi Cuaca Panas Ekstrem
Menghadapi kondisi panas ekstrem ini, BMKG mengimbau masyarakat untuk mengambil langkah-langkah antisipatif guna menjaga kesehatan dan mengurangi risiko akibat paparan panas berlebih.
Beberapa langkah yang disarankan antara lain menjaga asupan cairan tubuh dengan banyak minum air putih, menghindari paparan sinar matahari langsung terlalu lama terutama pada pukul 10.00 hingga 15.00 waktu setempat, serta memakai pelindung diri seperti topi atau payung saat beraktivitas di luar ruangan.
BMKG juga mengingatkan agar masyarakat mewaspadai perubahan cuaca mendadak, seperti hujan disertai petir dan angin kencang, yang biasa terjadi saat masa peralihan musim. Perubahan mendadak ini bisa muncul meski pada siang hari cuaca terasa sangat panas.
Untuk memperoleh informasi terkini, masyarakat diimbau memantau perkembangan cuaca dan peringatan dini melalui kanal resmi BMKG seperti situs web, aplikasi InfoBMKG, serta media sosial resmi lembaga tersebut.
Dengan memahami penyebab dan dampak cuaca panas ekstrem ini, masyarakat diharapkan dapat lebih siap menghadapi perubahan iklim sementara sebelum musim hujan tiba sepenuhnya. BMKG optimistis kondisi cuaca akan mulai mereda secara bertahap begitu curah hujan meningkat di awal November mendatang.