JAKARTA - Pemerintah melalui Presiden Prabowo Subianto mendorong pembaruan regulasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lewat usulan revisi undang-undang.
Langkah ini dipandang sebagai upaya strategis untuk memperkuat peran BUMN dalam mendukung perekonomian nasional dengan tata kelola yang lebih modern dan transparan.
Pembahasan awal revisi tersebut sudah bergulir di DPR dengan melibatkan sejumlah kementerian terkait. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi hadir mewakili pemerintah untuk menjelaskan ruang lingkup serta arah kebijakan yang diusulkan.
Menurut Prasetyo, Presiden menugaskan Menteri Hukum, Menteri Sekretaris Negara, dan Menteri PANRB untuk mewakili dalam proses pembahasan bersama DPR. Hal ini menandai keseriusan pemerintah dalam memastikan rancangan perubahan berjalan inklusif.
Status Kementerian Jadi Sorotan
Salah satu poin utama yang masuk dalam revisi adalah mengenai status Kementerian BUMN. Selama ini kementerian tersebut berfungsi sebagai regulator dan wakil pemerintah pusat dalam kepemilikan saham negara di perusahaan pelat merah.
Sejak UU Nomor 19 Tahun 2003 berlaku, Menteri BUMN memiliki kewenangan mengatur, membina, mengoordinasikan, serta mengawasi penyelenggaraan kebijakan BUMN. Namun kini pemerintah membuka peluang untuk meninjau ulang posisi tersebut.
Prasetyo menegaskan, perubahan kedudukan hingga kewenangan Menteri BUMN merupakan kebijakan hukum yang terbuka. Dengan demikian, presiden sebagai pemegang kekuasaan keuangan negara memiliki pilihan politik hukum untuk menentukan lembaga mana yang paling tepat.
Tidak tertutup kemungkinan, Kementerian BUMN akan diturunkan statusnya menjadi badan. Skema ini dipertimbangkan seiring dengan kebutuhan penyederhanaan struktur kelembagaan serta kehadiran institusi baru seperti Danantara.
Peran Danantara dalam Perbaikan BUMN
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) menjadi bagian penting dari diskusi revisi UU BUMN. Pemerintah memandang lembaga ini mampu menjadi instrumen untuk menyelesaikan masalah yang menahun di berbagai BUMN.
Prasetyo menjelaskan, peran Danantara diarahkan untuk memperbaiki struktur manajemen sekaligus mendorong kinerja keuangan perusahaan pelat merah. Dengan pendekatan yang lebih fleksibel, lembaga ini diharapkan bisa memberikan solusi konkret.
Selain perubahan nomenklatur, pemerintah juga menyoroti isu rangkap jabatan di tubuh BUMN serta tata kelola yang harus lebih sejalan dengan prinsip good corporate governance. Perbaikan di bidang ini diyakini akan meningkatkan kepercayaan publik dan investor.
Komitmen terhadap perbaikan tata kelola menjadi pesan utama dari rencana revisi. Hal ini sekaligus menunjukkan arah kebijakan pemerintah yang fokus pada efisiensi dan akuntabilitas.
Sejarah dan Harapan Baru
Isu perubahan struktur pengelolaan BUMN bukanlah hal baru. Sejak 1973, organisasi pembina BUMN beberapa kali berubah bentuk, mulai dari unit di Departemen Keuangan, badan setingkat kementerian, hingga struktur eselon I.
Pada 1998, lembaga pengelola BUMN sempat diubah menjadi kementerian, lalu dihapus pada 2000, dan dikembalikan lagi setahun kemudian. Hingga saat ini, kementerian tersebut masih berfungsi penuh.
Namun, dinamika terbaru dalam pemerintahan membuka wacana penghapusan atau perubahan status Kementerian BUMN. Hal ini juga terjadi setelah reshuffle kabinet ketika Erick Thohir diberi mandat baru sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga.
Gubernur maupun anggota DPR menilai, revisi ini harus membawa semangat memperkuat peran BUMN sebagai motor pembangunan nasional. Harapannya, perubahan regulasi dapat menjadikan BUMN lebih adaptif, profesional, dan berdaya saing tinggi.
Revisi UU BUMN menjadi momentum penting bagi arah baru pengelolaan perusahaan negara. Dengan adanya peluang penataan kelembagaan, hadirnya Danantara, serta dorongan transparansi, pemerintah menegaskan komitmen untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional.
Transformasi ini diharapkan tidak hanya menghasilkan struktur yang lebih ramping, tetapi juga meningkatkan efektivitas BUMN dalam memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.