PLTS Kopdes Merah Putih

PLTS Kopdes Merah Putih Jadi Harapan Baru Penguatan Energi Terbarukan di Desa

PLTS Kopdes Merah Putih Jadi Harapan Baru Penguatan Energi Terbarukan di Desa
PLTS Kopdes Merah Putih Jadi Harapan Baru Penguatan Energi Terbarukan di Desa

JAKARTA - Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) melalui Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) masih dalam tahap pembicaraan awal antara pemerintah dan pemangku kepentingan terkait.

Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menegaskan bahwa prosesnya belum berjalan lebih jauh, namun potensinya sangat besar dalam mendukung transisi energi nasional.

Menurut Eniya, Kementerian ESDM telah menjalin komunikasi dengan Kementerian Koperasi untuk membahas langkah awal pembangunan proyek PLTS di desa-desa yang tergabung dalam KDMP.

Hingga kini, terdapat sekitar 81 ribu Koperasi Desa Merah Putih yang telah memiliki badan hukum dan siap menjadi bagian dari upaya memperkuat energi bersih berbasis masyarakat.

Meski begitu, skema operasional dan mekanisme pendanaan proyek PLTS tersebut masih disusun secara bertahap agar selaras dengan rencana besar energi nasional.

Potensi Peningkatan Target Energi Surya Nasional

Eniya menjelaskan bahwa rencana pembangunan PLTS untuk KDMP berpotensi mendorong lonjakan signifikan pada target bauran energi surya nasional. Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, target energi surya saat ini mencapai 17,1 gigawatt (GW).

Namun, dengan skema pembangunan PLTS berkapasitas 1 hingga 1,5 megawatt (MW) di setiap desa, total kapasitas energi surya nasional dapat meningkat menjadi 80 hingga 100 GW. Langkah ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk memperkuat bauran energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil

Pembangunan PLTS di tingkat desa tidak hanya mendukung ketahanan energi nasional, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat pedesaan melalui pengelolaan koperasi.

Rencana besar tersebut, lanjut Eniya, akan menyesuaikan dengan kesiapan infrastruktur, sumber daya manusia, serta sistem pembiayaan. “Itu kita baru bicara dengan Kementerian Koperasi,” ujarnya, menandakan bahwa tahap perencanaan masih terus disempurnakan dengan koordinasi lintas lembaga.

Tantangan Regulasi dan Kebutuhan Dasar Hukum

Menanggapi rencana ini, CEO Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai bahwa proyek PLTS melalui KDMP perlu memiliki dasar hukum yang kuat agar dapat berjalan efektif. Ia menekankan pentingnya memasukkan program tersebut ke dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan (RUKN) maupun RUPTL agar memiliki legitimasi yang jelas dan tidak berhenti di wacana.

“Di Indonesia ini kalau tidak ada dasar hukum, tidak berjalan,” ujar Fabby. Menurutnya, proyek yang melibatkan banyak kementerian dan lembaga seperti ini membutuhkan satuan tugas khusus sebagai induk koordinasi.

Hal itu diperlukan untuk mengatur pembagian tanggung jawab, tahapan pembangunan, serta strategi implementasi yang jelas. Fabby juga menyarankan agar proyek PLTS KDMP dapat dituangkan dalam keputusan presiden, yang mencakup penanggung jawab dan jadwal pelaksanaan proyek.

Dengan demikian, pelaksanaannya dapat dilakukan secara bertahap dan terukur, mulai dari perencanaan lokasi, penyiapan tenaga ahli, hingga pembangunan rantai pasok yang terintegrasi.

Menyeimbangkan Pasokan dan Permintaan Energi

Sementara itu, anggota Indonesia Clean Energy Forum, Sripeni Inten Cahyani, menegaskan pentingnya keseimbangan antara pasokan dan permintaan energi dalam pelaksanaan proyek PLTS desa.

Menurutnya, pengadaan pasokan energi harus diiringi dengan penciptaan permintaan yang memadai agar ekosistem energi terbarukan dapat tumbuh berkelanjutan. “Apapun rencananya, adanya supply energi, harus ada demand energi,” kata Inten.

Ia menjelaskan, salah satu cara membentuk permintaan adalah melalui pengembangan industri pendukung energi terbarukan, seperti industri kabel tembaga, baterai nikel, kendaraan listrik, dan smelter bauksit. Dengan begitu, energi yang dihasilkan tidak berlebih tanpa penggunaan yang optimal.

Fabby menambahkan, untuk menjalankan proyek berskala besar ini, pemerintah perlu memperhitungkan biaya, sumber daya manusia (SDM), serta koordinasi antar-instansi dan koperasi desa.

“Mulai dari perencanaan mau dibangun di mana, penyiapan SDM, rantai pasok, biaya, pengelolaan, hingga membangun permintaan dari Koperasi Desa Merah Putih,” ujarnya.

Kedua pakar tersebut sepakat bahwa perencanaan matang akan menjadi kunci keberhasilan proyek ini, agar tidak sekadar menjadi wacana melainkan terwujud nyata di lapangan. Implementasi PLTS di tingkat desa akan membuka peluang ekonomi hijau dan mempercepat transisi menuju energi bersih yang berkeadilan.

Menuju Desa Mandiri Energi

Pembangunan PLTS melalui Koperasi Desa Merah Putih merupakan langkah strategis menuju desa mandiri energi di seluruh Indonesia. Program ini diharapkan dapat memperkuat ekonomi desa, membuka lapangan kerja baru, dan mendukung target net zero emission nasional.

Meski baru dalam tahap pembahasan, proyek ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melibatkan masyarakat melalui pendekatan koperasi. Dengan dukungan regulasi yang kuat, koordinasi lintas kementerian, dan partisipasi aktif dari pelaku energi terbarukan, Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan potensi energi surya secara optimal.

Rencana PLTS untuk KDMP menjadi simbol sinergi antara pemerintah dan masyarakat desa dalam menciptakan masa depan energi yang lebih bersih, berkelanjutan, dan inklusif bagi seluruh wilayah Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index