JAKARTA - Kinerja penyaluran Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) terus menunjukkan pertumbuhan positif sepanjang 2025.
Pemerintah melalui Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mencatat realisasi KPR FLPP hingga saat ini telah mencapai 203.439 unit rumah, dengan total pembiayaan senilai Rp25,24 triliun.
BP Tapera optimistis target penyaluran sebesar 350.000 unit rumah subsidi hingga akhir tahun akan tercapai, mengingat tren permintaan hunian terjangkau yang terus meningkat di berbagai wilayah Indonesia.
Program ini menjadi salah satu pilar utama dalam memperluas akses perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sekaligus mendorong pemerataan pembangunan perumahan di daerah.
Selain memperkuat sektor properti, realisasi ini juga menjadi indikator pulihnya daya beli masyarakat di tengah stabilitas ekonomi nasional. BP Tapera menilai, sinergi antara pemerintah pusat, pengembang, dan lembaga keuangan menjadi kunci dalam memastikan keberlanjutan penyaluran rumah subsidi di masa mendatang.
Kepala BP Tapera menyebutkan bahwa capaian ini merupakan bukti nyata dari komitmen pemerintah dalam mendukung masyarakat untuk memiliki rumah pertama dengan skema pembiayaan yang terjangkau dan mudah diakses.
Jawa Barat Catat Permintaan Tertinggi Rumah Subsidi Nasional
Berdasarkan data terbaru BP Tapera, Jawa Barat menempati posisi teratas sebagai provinsi dengan penyerapan rumah subsidi tertinggi di Indonesia. Lonjakan permintaan di provinsi ini mencerminkan tingginya kebutuhan hunian di kawasan penyangga pusat ekonomi nasional.
Secara kumulatif, Jawa Barat mencatat pengajuan rumah subsidi mencapai 227.865 unit. Angka tersebut jauh melampaui provinsi lain seperti Jawa Tengah dengan 62.136 unit dan Sulawesi Selatan di posisi ketiga dengan 59.984 unit.
Provinsi lain yang juga menunjukkan permintaan tinggi di antaranya Banten (58.766 unit), Jawa Timur (54.717 unit), dan Sumatera Selatan (53.321 unit).
Tingginya angka permintaan di Jawa Barat memperlihatkan bahwa kebutuhan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah bukan hanya terjadi di perkotaan besar, tetapi juga meluas hingga ke daerah pinggiran.
Kondisi ini sekaligus menandakan bahwa program perumahan subsidi terus menjadi solusi utama bagi masyarakat dalam mendapatkan rumah layak huni dengan harga terjangkau.
Data dari Tapera juga memperlihatkan bahwa pola persebaran ini mencerminkan arah migrasi dan urbanisasi yang semakin kuat di wilayah sekitar Jakarta dan kawasan industri besar di Jawa Barat.
Bekasi dan Bogor Jadi Kontributor Terbesar
Di tingkat kabupaten dan kota, permintaan rumah subsidi di Jawa Barat didominasi oleh wilayah-wilayah penyangga ibu kota. Kabupaten Bekasi tercatat sebagai daerah dengan serapan tertinggi, yakni 10.556 unit rumah subsidi.
Posisi berikutnya ditempati Kabupaten Bogor dengan 7.864 unit, wilayah yang dikenal memiliki pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi yang pesat.
Kabupaten Karawang menyusul dengan penyerapan sebanyak 5.221 unit rumah, memperlihatkan korelasi kuat antara kawasan industri dengan kebutuhan hunian terjangkau bagi pekerja. Sementara itu, wilayah yang lebih jauh seperti Kabupaten Cirebon (3.866 unit) dan Kabupaten Garut (3.012 unit) juga mencatat permintaan yang stabil.
Fenomena ini menggambarkan pola permukiman baru di mana masyarakat, terutama pekerja, memilih untuk tinggal di kawasan pinggiran kota. Harga tanah dan rumah yang lebih terjangkau dibandingkan di pusat kota menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan perumahan di daerah tersebut.
Menurut BP Tapera, tingginya angka penyerapan di wilayah seperti Bekasi dan Bogor sekaligus menjadi bukti bahwa kawasan penyangga Jakarta tetap menjadi magnet utama bagi masyarakat yang mencari hunian dengan skema pembiayaan ringan.
Pemerintah Dorong Penguatan Infrastruktur dan Akses Hunian
Melihat tingginya permintaan di beberapa daerah tertentu, pemerintah berupaya memperkuat strategi pembangunan infrastruktur pendukung agar program rumah subsidi dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan. Infrastruktur transportasi, jalan, serta fasilitas umum menjadi prioritas untuk mempercepat akses masyarakat menuju kawasan hunian baru.
Pemerintah juga mendorong kolaborasi antara pengembang dan pemerintah daerah untuk memetakan lokasi potensial yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendekatan ini diharapkan tidak hanya memperluas akses perumahan, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup penghuni melalui pembangunan kawasan terpadu.
Data permintaan rumah subsidi yang tinggi di sejumlah daerah juga menjadi bahan evaluasi bagi BP Tapera dalam menentukan prioritas penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Pemerintah menilai bahwa pertumbuhan rumah subsidi yang merata akan membantu menyeimbangkan distribusi ekonomi antara kota besar dan daerah penyangga.
Dengan dukungan kebijakan yang konsisten, pengawasan penyaluran yang ketat, serta kemudahan pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah optimistis target penyaluran 350.000 unit rumah subsidi hingga akhir 2025 dapat tercapai.
Program ini tidak hanya memberikan dampak positif bagi sektor properti dan keuangan nasional, tetapi juga menjadi wujud nyata keberpihakan negara terhadap kebutuhan dasar masyarakat, yaitu memiliki rumah yang layak dan terjangkau.