JAKARTA - Banyak yang mengira masa pensiun berarti bebas dari urusan pajak dan administrasi.
Namun, dengan diberlakukannya sistem Coretax Administration System, para pensiunan tetap perlu memahami kewajiban pelaporan SPT Tahunan jika masih menerima penghasilan tertentu.
Pemerintah menegaskan, kewajiban pajak bagi pensiunan tetap berlaku sesuai ketentuan penghasilan yang melewati batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Ketentuan Pelaporan Pajak Bagi Pensiunan
Dalam sistem perpajakan nasional, para pensiunan tetap termasuk subjek pajak apabila menerima penghasilan di atas batas PTKP. Penjelasan ini disampaikan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ika Hapsari, melalui tulisan resminya.
Ia menegaskan, pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi bagi pensiunan karyawan tetap wajib dilakukan jika penghasilan yang diterima melebihi ambang batas PTKP.
Bukti atas penghasilan tersebut dapat dilihat dari Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 yang diterbitkan oleh lembaga dana pensiun. “Apabila pada Bukti Pemotongan diketahui masih terdapat PPh yang dipotong, maka kewajiban pelaporan SPT masih melekat pada pensiunan tersebut,” tulis Ika.
Selain itu, apabila seorang pensiunan memiliki penghasilan tambahan di luar dana pensiun, seperti pendapatan dari usaha, honorarium, atau kegiatan profesional lainnya, kewajiban pelaporan SPT tetap berlaku. Semua penghasilan tersebut akan dihitung sebagai dasar untuk menentukan apakah melebihi batas PTKP.
Penghasilan Tambahan dan Status Wajib Pajak Nonaktif
Dalam beberapa kasus, tidak semua pensiunan memiliki penghasilan yang dikenai pajak. Bila total penghasilan berada di bawah batas PTKP dan tidak ada pemotongan PPh Pasal 21, maka pensiunan dapat mengajukan permohonan sebagai Wajib Pajak Nonefektif—atau yang kini disebut Wajib Pajak Nonaktif dalam sistem Coretax.
“Permohonan ini dapat diajukan melalui laman Coretax wajib pajak atau melalui Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar. Status Nonaktif dapat berubah menjadi aktif kembali ketika wajib pajak kembali melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya,” jelas Ika.
Sebagai ilustrasi, Ika mencontohkan kasus Bapak J, seorang pensiunan PT Bank X (Persero) Tbk yang memperoleh Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dari Dana Pensiun Bank X dengan status nihil karena penghasilannya di bawah PTKP.
Bapak J pun ditetapkan sebagai Wajib Pajak Nonaktif sejak Maret 2022. Namun, sejak April 2025, ia kembali memperoleh penghasilan dari usaha kos serta honor sebagai dosen praktisi di salah satu kampus swasta.
Karena total pendapatan tahunannya melebihi PTKP, Bapak J kembali berkewajiban melaporkan SPT Tahunan atas tahun pajak 2025 paling lambat 31 Maret 2026 melalui sistem Coretax.
Tantangan dan Implementasi Sistem Coretax
Coretax Administration System merupakan langkah besar dalam modernisasi administrasi perpajakan nasional. Sistem ini dirancang untuk mengintegrasikan seluruh proses perpajakan dalam satu platform digital.
Namun, peluncuran sistem tersebut sejak awal 2025 menghadapi sejumlah kendala teknis yang menyebabkan sebagian wajib pajak, termasuk pensiunan, mengalami kesulitan mengakses layanan.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui bahwa gangguan tersebut telah terdeteksi sejak awal peluncuran. Menurutnya, masalah muncul karena adanya kesalahan desain dalam sistem informasi dan teknologi (IT).
“Saya sudah kirim ahli IT dari luar keuangan, maksudnya bukan dari luar negeri ya, untuk memperbaiki itu. Dia bilang sih 1 bulan ini sudah selesai, jadi 2 minggu lagi sudah selesai mestinya,” ujarnya. Purbaya menjelaskan bahwa desain sistem yang berlapis-lapis membuat proses akses menjadi tidak lancar.
“Salah satu yang utama adalah Coretax kan korteksnya menimbulkan gangguan di pelaporan pajak sehingga pendapatan kita sempat terganggu,” ujarnya. Ia menambahkan, ahli IT yang ditunjuk akan memperbaiki lapisan terdepan sistem agar alur data menjadi lebih lancar.
Upaya Pemerintah dan Harapan bagi Pensiunan
Purbaya juga menegaskan, pemerintah memprioritaskan perbaikan sistem Coretax agar semua wajib pajak, termasuk pensiunan, dapat melaksanakan kewajiban pelaporan pajak dengan mudah.
Ia menolak anggapan bahwa tenaga ahli luar negeri lebih unggul dalam menangani masalah ini. “Jadi dia (ahli IT) bilang desainnya kurang bagus, walaupun yang ngerjain orang luar negeri. Ternyata orang luar negeri enggak lebih pintar dari orang kita juga,” ungkapnya.
Dengan perbaikan yang terus dilakukan, diharapkan sistem Coretax segera berfungsi optimal dan memudahkan masyarakat, termasuk para pensiunan, dalam melaksanakan kewajiban perpajakan mereka. Meski telah memasuki masa pensiun, pelaporan SPT tetap menjadi bagian penting dalam menjaga kepatuhan dan transparansi pajak di Indonesia.
Bagi pensiunan yang sudah tidak memiliki penghasilan di atas PTKP, cukup mengajukan status Nonaktif tanpa perlu khawatir terhadap sanksi. Namun, bagi yang masih memperoleh pendapatan tambahan, pelaporan SPT menjadi wujud tanggung jawab sebagai warga negara yang taat pajak.
Dengan begitu, masa pensiun bisa tetap tenang tanpa harus meninggalkan kewajiban administrasi yang menjadi dasar pembangunan nasional.