JAKARTA - Isu dana mengendap pemerintah daerah kembali menjadi sorotan setelah pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengenai saldo kas pemerintah daerah di bank mencapai angka triliunan rupiah.
Purbaya menegaskan bahwa data tersebut bersumber langsung dari sistem pemantauan Bank Indonesia per September, bukan hasil perkiraan sepihak dari kementeriannya. Ia menjelaskan, pemerintah pusat hanya memaparkan kondisi umum perbankan dan posisi dana pemerintah daerah di seluruh Indonesia.
“Tanya aja ke Bank Central, itu kan data dari sana. Harusnya dia (KDM) cari, kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia. Itu kan dari laporan perbankan, data Pemda,” kata Purbaya di kantornya.
Ia juga menambahkan bahwa data yang dipublikasikan tidak secara spesifik menyebut Jawa Barat, melainkan bersifat nasional. Menurutnya, pemda memiliki kewenangan penuh untuk memverifikasi ulang kebenaran data yang bersumber dari laporan sistem keuangan bank sentral tersebut.
Purbaya menilai pentingnya transparansi dan komunikasi yang baik antara pemerintah daerah dan pusat. Ia tidak menampik adanya potensi perbedaan catatan administrasi keuangan antara daerah dan bank yang menampung kas daerah.
Namun, ia menekankan bahwa tanggung jawab utama pemeriksaan terletak pada pemerintah daerah masing-masing. “Saya bukan pegawai Pemda Jabar. Kalau dia mau periksa, periksa aja sendiri. Itu data dari sistem monitoring BI yang dilaporkan perbankan setiap hari atau setiap minggu,” ujarnya dengan tegas.
Klarifikasi Dedi Mulyadi Soal Dana Rp4,1 Triliun
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebelumnya merespons pernyataan tersebut melalui unggahan video di media sosialnya. Ia membantah adanya dana sebesar Rp4,1 triliun yang disebut-sebut mengendap di bank milik pemerintah daerah.
Dedi bahkan secara langsung memeriksa berbagai laporan dan kas daerah untuk memastikan kondisi keuangan Jawa Barat.
“Jadi kalau ada yang menyatakan ada uang Rp4,1 triliun tersimpan dalam bentuk deposito, serahin datanya ke saya. Soalnya saya bolak balik ke BJB nanyain, kumpulin staf, marahin staf, ternyata tidak ada dibuka di dokumen, kasda juga tidak ada,” ungkapnya.
Dedi mengaku siap diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan kejelasan informasi tersebut. Ia menyampaikan hal itu sebagai bentuk tanggung jawab moral dan administratif atas pengelolaan keuangan daerah yang dipimpinnya.
Dalam nada bercanda, Dedi menyebut sudah memeriksa hampir seluruh ruangan di kantornya. “Saya nyari tadi karpet diangkatin, kursi dibalikin, laci ruangan saya dibukain ternyata Rp4,1 triliun tidak ada. Mudah-mudahan nanti adalah ya tahun depan ya buat Jawa Barat ditambahin dana transfernya,” kata Dedi.
Pernyataan Dedi tersebut sekaligus menjadi upaya untuk menenangkan publik di tengah sorotan terhadap pengelolaan kas daerah. Ia menegaskan bahwa tidak ada niat menahan dana dalam bentuk deposito ataupun tabungan.
Semua dana yang tersimpan memiliki tujuan jelas dan akan digunakan sesuai dengan jadwal kegiatan pembangunan daerah yang telah disetujui.
Dana Pemda Rp2,3 Triliun untuk Pekerjaan Infrastruktur
Dedi juga menjelaskan bahwa memang terdapat dana sekitar Rp2,3 triliun di perbankan yang merupakan kas daerah aktif, bukan dana mengendap. Dana tersebut disiapkan untuk membayar kontrak-kontrak proyek pemerintah daerah yang sedang berjalan, terutama menjelang akhir tahun anggaran.
“Untuk itu, dana Rp2,3 triliun itu untuk apa sih? Untuk bayar kontrak-kontrak pekerjaan Pemda Jabar: jalan, jembatan, irigasi, PJU, bangun ruang kelas baru sekolah, perbaikan gedung kantor, perbaikan rumah sakit, pokoknya banyak lah,” katanya.
Pernyataan itu menunjukkan bahwa Jawa Barat tengah memasuki tahap realisasi keuangan yang padat. Sebagaimana umumnya di akhir tahun anggaran, sejumlah proyek fisik dan sosial perlu segera diselesaikan agar tidak menumpuk di tahun berikutnya.
Dengan demikian, dana kas daerah yang terlihat “tersimpan” di bank sebenarnya sudah dialokasikan untuk kegiatan pembangunan. Hal ini menjadi bukti bahwa manajemen keuangan daerah dijalankan sesuai prinsip akuntabilitas dan transparansi.
Selain itu, langkah Dedi yang secara terbuka menjelaskan posisi keuangan daerah memperlihatkan semangat keterbukaan. Komunikasi publik semacam ini juga penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan anggaran daerah.
Purbaya pun menilai, langkah klarifikasi seperti itu positif selama didukung dengan data dan verifikasi yang jelas dari sistem perbankan.
Sinergi Pengawasan dan Transparansi Fiskal Nasional
Polemik kecil antara Kementerian Keuangan dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat ini sejatinya menggambarkan pentingnya koordinasi lintas lembaga dalam menjaga tata kelola keuangan publik.
Data perbankan, laporan kas daerah, dan sistem pemantauan Bank Indonesia merupakan instrumen penting dalam memastikan bahwa seluruh dana publik digunakan secara efisien dan tepat sasaran.
Purbaya menegaskan, kementeriannya tidak bermaksud menyudutkan daerah, melainkan ingin mendorong seluruh pemda lebih disiplin dalam memantau arus kasnya. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat fiskal nasional dan mempercepat realisasi belanja publik yang berdampak langsung ke masyarakat.
Transparansi data antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci utama dalam pengelolaan keuangan negara yang sehat. Dengan adanya klarifikasi dari kedua belah pihak, publik kini mendapat gambaran lebih jelas mengenai kondisi kas daerah dan mekanisme pelaporannya.
Di satu sisi, kementerian memastikan sistem keuangan nasional berjalan baik, sementara di sisi lain, pemerintah daerah terus berupaya menjaga akuntabilitas pengelolaan anggaran untuk kepentingan pembangunan masyarakat Jawa Barat.